Follow me @ndarikhaa

Thursday, November 3, 2016

How could I can be a Great Mother like You, Mom?



Saat semua teman sebaya berbicara tentang CINTA lawan jenis.

Saat lingkungan sekitarku sibuk menikmati indahnya cinta di usia muda.

Saat yang lain mendesakku berkomitmen mencinta seorang pemuda.

Atau bahkan diriku sedang terjebak dalam permainan cinta. Layaknya drama Ada Apa Dengan Cinta? Oh sudahlah... Yakin dengan itu semua? Masihkah kau meratapinya?

Meratapi bayangan yang sampai kapanpun tetap menjadi bayangan. Bayangan yang tak dapat berucap, tak dapat bertindak, dan tak dapat memberikanmu kasih yang abadi. Jelas terlihat, kelam, gelap, dan selalu pekat.

Hey!

Tidak kah kau melihatnya?

Sinar CINTA itu.

Sinar Cinta yang menyinarimu setiap harinya?

Yang menjadi sumber kekuatanmu?

Yang menjadi penyemangatmu.

Yang menjadi SEGALANYA untukmu, bagimu, dan hanya demimu.

Sinar yang bersumber darimu, Ibu.


Ibu, aku tidak ingat seberapa sering aku membuatmu pusing dan mual saat kau mengandungku.

Ibu, aku tidak ingat ingat seberapa berat kau mendekapku selama sembilan bulan lamanya, untuk selalu membuatku merasakan kenyamanan.

Ibu, aku tidak ingat seberapa nakalnya aku mendang-nendang perutmu dari dalam rahim mu.

Ibu, aku tidak ingat seberapa perih dan sakitnya kau berusaha mengeluarkanku dari dalam perutmu, hingga kau pun sempat berpikir lebih baik kau mengorbankan nyawamu dibanding nyawaku bu.

Ibu, aku tidak ingat seberapa sering aku merengek untuk meminum ASI-mu dalam tiap-tiap malam hari-harimu.

Ibu, aku tidak ingat seberapa sering aku PUP di pangkuanmu atau memuntahkan ASI-mu se-enaknya.

Namun, kau justeru tersenyum senang dan bahagia dengan semua kelakuanku. Kau justeru tulus untuk selalu mencintai dan menyayangiku.


Padahal bu,

Yang aku ingat, aku sering merengek kalau uang jajanku kurang.

Yang aku ingat, aku sering berteriak kalau yang kau beri tak seperti yang kau mau.

Yang aku ingat, aku sering menjengkelkanmu, bahkan sampai sekarang.


Tapi bu, kenapa kau selalu sabar, tabah, tulus untuk selalu mencintai dan menyayangiku, bahkan menanamkan nilai-nilai padaku, agar aku kelak dapat memahaminya yang saat dulu tidak kupahami.

Nilai pengorbananmu.

Saat aku berangkat sekolah dulu, saat jalanan kampung menuju sekolahku masih berlumpur dan belum teraspal. Kau selalu menggendongku dari rumah hingga sekolah SD-ku bu. Disaat teman-temanku satu-dua jatuh belepotan lumpur. Tapi kau dengan setia menggendongku sampai ke sekolah. Dan kau lakukan selalu untuk menjamin keselamatanku, sampai aku cukup usia untuk dilepas berjalan sendiri.

Nilai ketekunanmu.

Kau selalu tekun dan konsisten untuk bangun di awal hari. Kau selalu membuatkan sarapan untuk ku, dan pastinya untuk ayah. Kau selalu tau masakan kesukaan ayah, kau selalu tau mana yang baik untuk kesehatan kami, meskipun kadang kau mengabaikan kesehatanmu bu.

Nilai kedisiplinanmu.

Kau selalu mengajariku belajar di rumah, saat guru-guru di sekolah tidak lebih pandai darimu, bu. Aku justeru lebih cepat memahami jika kau yang mengajariku.

Nilai Spiritualmu.

Dulu, belum ada yang namanya TKIT/SDIT seperti sekarang. Dulu kau mendaftarkanku masuk pendidikan informal TPA (Taman Pendidikan Al-Quran). Meskipun kau bukan lulusan pesantren. Betapapun aku ingat kau jahat padaku karena aku mogok ngaji, kau membujukku untuk berangkat ngaji, tapi aku mogok berhari-hari. Saat kau mengguyurku dengan air di kamar mandi (ahahaha aku gak akan lupa bu....), tetapi sambil mengguyur kau menasehati dan meluruskan padaku pentingnya mengaji sebagai bekal kehidupanku tidak hanya di dunia. Sekarang, aku mengerti akan hal itu. Dan masih banyak lagi bu, nilai-nilai yang kau tanamkan yang tidak ada di bangku sekolahku.


Semua kau lakukan tulus, tanpa pamrih, dan demi kebaikanku tanpa peduli sulitnya dirimu.


Ibu, kau membuatku berpikir ribuan kali untuk berpisah denganmu.


Kau membuatku berpikir ribuan kali : sudah layakkah aku menjadi seorang Ibu sepertimu? Jika kelak suatu hari nanti, seorang pemuda yang Allah siapkan untukku memohon ridhomu untuk membawaku bersamanya.

Ibu, doakan selalu anakmu ini untuk berusaha dan dapat membalasmu dengan memberikan Jubah Hijau Kebesaran di akhirat kelak. Jubah kemuliaan yang bisa kau gunakan. Meskipun apa yang akan kuberikan mungkin tidak mungkin terbalas atas semua cintamu.

*) Bekasi, 3 November 2016 (ditulis sebelum berangkat tugas ke Cikarang).

Love YOU IBU.

2 comments:

  1. Aku mau nangis baca ini. Soalnya kita sibuk mencintai lawan jenis, menikmati masa muda. Padahal, ada cinta yg tulus, tak terucap, dan selalu ada. Ibu....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo aku malah sambil nangis sie Lak pas nulis ini malah... #paper(pake perasaan)

      Delete